Siapa Nakhoda INSA?
Siapa Nakhoda INSA?
JAKARTA (beritatrans.com) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) telah mentasbihkan bahwa Indonesia harus menjadi poros maritim dunia. Langkah-langkah ke arah itu sudah pula dirintis dengan membuat program pembangunan nasional yang lebih berorientasi ke bidang maritim. Bahkan langkah nyata pun telah dilakukan dengan membuat program Tol Laut yang berkeinginan menyatukan ujung barat, ujung timur, ujung utara, dan ujung selatan Indonesia menjadi satu kesatuan melalui sektor transportasi laut atau pelayaran.
Program pemerintahan Jokowi-JK ini sejatinya sangat tepat dan bagus karena berkehendak pembangunan merata di seluruh wilayah nusantara. Sehingga pemerataan kesejahteraan pun diharapkan terjadi kepada seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote.
Program besar itu tentu saja membutuhkan dukungan dari seluruh pihak, terutama dari insan perhubungan laut. Dan salah satu yang paling banyak diharapkan memberikan sumbangsihnya bagi keberhasilan program itu adalah dunia pelayaran, baik dari sisi armada (kapal) maupun para pemilik armadanya (pengusaha pelayaran).
Persoalannya, masyarakat saat ini melihat ada sedikit ketidakharmonisan diantara para pengusaha pelayaran nasional. Bila persoalan ini tidak segera diakhiri dan para pengusaha pelayaran tidak secepatnya bersatu, tidak menutup kemungkinan akan memengaruhi pada capaian program besar pemerintahan Presiden Jokowi-JK tersebut.
Sejatinya, bersatu itu tidak mesti harus dalam satu wadah atau satu organisasi. Bersatu dapat dilakukan dalam bentuk satu visi dan dan satu misi, yakni bagaimana memajukan industri pelayaran nasional yang dampaknya tidak hanya untuk mereka sendiri, tetapi juga turut serta memberikan sumbangsih bagi tercapainya tujuan nasional.
Fakta yang ada sekarang, telah ada dua organisasi para pengusaha pelayaran niaga nasional yaitu Indonesian National Shipowners Association (INSA) yang dipimpin oleh Johnson W Sutjipto sebagai ketua umum dan Persatuan Pengusaha Pelayaran Niaga Nasional Indonesia yang dipimpin oleh C.F Carmelita Hardikusomo atau yang lebih dikenal dengan Carmelita Hartoto sebagai ketua umum.
Meskipun latar belakang kemunculan dua organisasi ini diwarnai oleh adanya disharmoni di antara para pengusaha pelayaran tersebut, tetapi sebagai organisasi, keduanya telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM). Bahkan Kementerian Perhubungan pun melalui Direktorat Jenderal Perhuhungan Laut (Ditjen Hugbla) telah memberikan pengakuannya terhadap dua organisasi tersebut.
Awal Disharmoni
Bila diperhatikan, ketidak cocokan atau kerenggangan hubungan para pengusaha pelayaran nasional setidaknya dapat ditelusuri sejak tidak adanya kata sepakat dalam Rapat Umum Anggota (RUA) ke-XVI yang diselenggarakan di Jakarta pada 20-21 Agustus 2015. Salah satu agenda RUA adalah pemilihan Ketua Umum INSA Periode 2015-2019.
Rapat anggota tahunan yang dibuka secara resmi oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan ternyata kemudian tidak berjalan mulus. Bahkan penutupan rapat anggota yang sebelumnya dijadwalkan akan dilakukan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut Capt. Bobby R Mamahit, tidak jadi dilakukan.
Para peserta rapat anggota terbelah menjadi dua, masing-masing terdiri dari kelompok Johnson W Sutjipto dan kelompok Carmelita Hartoto yang ketika itu dua-duanya maju sebagai calon ketua umum. Di akhir RUA ke-XVI itu, kedua kelompok sepakat untuk tidak sepakat.
Kelompok Johnson merasa RUA ke-XVI telah selesai dan telah menghasilkan Ketua Umum INSA periode 2015-2019 yakni Johnson W Sutijipto. Alasan ini dilatarbelakangi oleh hasil pemilihan ketua umum yang sebagian besar peserta rapat memilih Johnson.
Dalam proses penghitungan suara, Johnson mendapat suara 386 suara dan Carmelita mendapatkan 368 suara, 5 suara rusak, dan 46 suara tidak terpakai. Artinya, Johnson berhasil meraih suara lebih banyak dari Carmelita Hartoto. Saat itulah mulai terjadi silang pendapat dan minta perhitungan suara diulang kembali.
Hasil perhitungan ulang justru berbeda, Johnson tetap memperoleh 386 suara dan perolehan suara Carmelita Hartoto justeru turun menjadi 363. Artinya ada 5 suara yang sebelumnya diraih oleh Carmelita, hilang. Hal inilah yang kemudian memicu ketidakpuasan kubu calon ketua umum INSA incumbent tersebut. Akhirnya pemilihan dinyatakan dead lock oleh Ketua Sidang Pleno yang ketika itu dipimpin oleh DR. Hamka, SH.
Kubu Johnson tentu saja tidak dapat menerima keputusan dead lock tersebut, sehingga berujung kubu Johnson melakukan gugatan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena merasa telah memenangi pemilihan Ketua Umum INSA Periode 2015-2019.
Selain melakukan gugatan, kubu Johnson juga melakukan pendaftaran organisasi INSA yang dipimpinnya ke Kementerian Hukum dan HAM untuk mendapatkan pengesahan sebagai organisasi yang berbadan hukum.
Sementara kubu Carmelita Hartoto yang merasa RUA ke-XVI di Jakarta tersebut belum final dan belum menghasilkan Ketua Umum INSA definitive, mereka kemudian menggelar RUA-XVI Lanjutan di Surabaya pada 11 Desember 2015. Hasilnya, secara aklamasi memilih Carmelita Hartoto sebagai ketua umum.
Carmelita dan kelompoknya pun mendaftarkan organisasinya ke Kementerian Hukum dan HAM, dengan nama Persatuan Pengusaha Pelayaran Niaga Nasional Indonesia.
Pengesahan Dua Organisasi
Berdasarkan pengajuan dari masing-masing kelompok organisasi tersebut, kemudian Kementerian Hukum dan HAM mengeluarkan surat pengesahan bagi mereka berdua.
Kedua Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM tersebut adalah:
1. SK No. AHU-0035091.AH.01.07 tahun 2015 tertanggal 30 Desember 2015 yang mengesahkan pendirian badan hukum perkumpulan Indonesian National Shipowners Association (INSA) dengan Ketua Umum Johnson W. Sutjipto;
2. SK No. AHU-0044492.AH.01.07 tahun 2016 tertanggal 12 April 2016 yang mengesahkan pendirian Badan Hukum Perkumpulan Persatuan Pengusaha Pelayaran Niaga Nasional Indonesia dengan Ketua Umum Carmelita Hartoto.
Menyikapi SK KemenkumHAM terkait dua organisasi tersebut, Kementerian Perhubungan sebagai institusi pembina dan pengayom organisasi kemasyarakatan, khususnya yang bergerak di bidang transportasi, memberikan pengakuan terhadap realitas adanya dua organisasi pengusaha pelayaran.
Pengakuan itu diberikan melalui Surat Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor. HK.008/1/15/DJPL-16 tanggal 20 Juli 2016.
“Kedua SK Menteri Hukum dan HAM tersebut sah. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi lembaga lain, termasuk Kementerian Perhubungan untuk tidak mengakui kedua organisasi pelayaran niaga tersebut, meski bagaimanapun kondisi dan proses pembentukan organisasi dimaksud,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Ir. A. Tonny Budiono, MM, seperti dirilis dalam situs resmi Kementerian Perhubungan, hubla.dephub.go.id pada 21 Juli 2016 lalu.
Menurut Dirjen Hubla, diterbitkannya Surat Keputusan dimaksud, tentunya telah melalui kajian/telaahan yang mendalam serta pertimbangan-pertimbangan sesuai dengan UU yang berlaku di Indonesia, dalam hal ini UU No.17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sehingga SK tersebut lahir dengan dilindungi oleh Undang-Undang (UU).
Menang di Pengadilan
Proses gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diajukan oleh kelompok Johnson atas hasil RUA ke-XVI di Jakarta terus berlanjut. Pengadilan tingkat pertama tersebut memenangkan kelompok Johnson W Sutjipto dengan surat keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 492/PTG/2015/PN.JKT.PST.
Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan sah dan berkekuatan hukum bahwa Johnson W. Sutjipto sebagai Ketua Umum INSA periode 2015-2019.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pun dalam putusannya menyatakan para tergugat (kubu Carmelita Hartoto) terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum, sebagaimana ketentuan Pasal 1365 hukum perdata.
Bagi kubu Johnson, keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut tentu saja memperkuat hasil RUA INSA Ke-XVI yang diselenggarakan pada 20-21 Agustus 2015 di Jakarta. Bahkan, keputusan itu pun seolah-olah memperkuat SK Kementerian Hukum dan HAM terhadap INSA yang dipimpinnya.
Sebaliknya, bagi kubu Carmelita Hartoto, kekalahan di pengadilan tingkat pertama tersebut tentu saja harus menempuh pengadilan tingkat lanjutan yaitu dengan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut.
Bersatulah!
Terlepas dari proses hukum perdata yang masih terus berlanjut, bila kita melihat realitas dan fakta hukum yang ada, saat ini telah ada dua organisasi para pengusaha pelayaran di Indonesia.
Berdasarkan SK KemenkumHAM di atas, organisasi pertama adalah Indonesian National Shipowners Association (INSA) yang dipimpin oleh Johnson W Sutjipto. Kemudian organisasi yang kedua adalah Persatuan Pengusaha Pelayaran Niaga Nasional yang dipimpin oleh Carmelita Hartoto.
Mengingat pentingnya keberadaan para pengusaha pelayaran untuk mendukung program besar Pemerintahan Presiden Jokowi-JK yang salah satunya berkehendak menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim dunia dan Tol Laut, seharusnya para pengusaha pelayaran bersatu, meskipun tidak harus berada dalam satu wadah. Syukur-syukur mereka malah melebur kembali menjadi satu organisasi yang selama ini telah ada yaitu INSA. Itu lebih baik.
Harapan agar para pengusaha pelayaran bersatu secara tersirat disampaikan pula oleh Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi. Menhub merasa dua organisasi pengusaha pelayaran yang ada sekarang suatu saat akan rujuk.
“Orangnya kenal, tetapi konfliknya saya belum tahu. Tapi mudah-mudahan (dua organisasi itu) rujuk,” kata Menhub Budi Karya saat melakukan pertemuan dengan sejumlah wartawan di kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Jumat (29/7/2016) lalu. (Aliyudin Sofyan)
Sumber : http://beritatrans.com/2016/07/31/para-pengusaha-pelayaran-bersatulah/
- By admin
- 09 Aug 2016
- 1848
- INSA