• +62 21 351 4348
  • sekretariat@dppinsa.com

Satu Tahun Pemerintahan Prabowo Subianto, Insan Pelayaran Terus Harapkan Perubahan

Satu Tahun Pemerintahan Prabowo Subianto, Insan Pelayaran Terus Harapkan Perubahan

Oktober 2025 menandai satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Dalam kurun waktu yang relatif singkat ini, arah kebijakan nasional mulai menunjukkan warna khas kepemimpinan Prabowo — tegas, berorientasi kemandirian, dan menekankan pada ketahanan nasional di berbagai sektor. Sejak awal masa jabatannya, Prabowo menegaskan pentingnya melanjutkan fondasi pembangunan yang telah ada, sambil memperkuat sektor-sektor strategis yang menjadi tulang punggung kedaulatan ekonomi Indonesia. Fokus pada hilirisasi sumber daya alam, kemandirian pangan, energi, dan pertahanan menjadi ciri utama tahun pertamanya memimpin Indonesia.

Di bidang ekonomi, pemerintah menunjukkan kinerja positif dengan capaian investasi dan penciptaan lapangan kerja yang cukup kuat. Reformasi di sektor logistik dan pelabuhan mulai digerakkan untuk memangkas biaya distribusi yang selama ini menjadi salah satu hambatan utama daya saing industri nasional. Sementara di bidang pelayaran dan maritim, Prabowo menempatkan Indonesia dalam posisi penting sebagai calon global ship production hub, mendorong agar kapal dan peralatan dibuat di dalam negeri demi memperkuat industri maritim nasional.

Harapan dunia pelayaran pun tidak berubah, yakni bagaimana meningkatkan daya saing perusahaan pelayaran nasional. Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Association Siana A. Surya mengatakan sektor pelayaran Indonesia memiliki peran penting karena letak geografis Indonesia yang sangat strategis.

Indonesia berada diantara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik serta berada di antara Benua Asia dan Australia dan memiliki empat alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) untuk jalur pelayaran internasional. Kemenhub mencatat, 40% perdagangan dunia yang menggunakan kapal kargo, melewati perairan Indonesia.

“Sektor pelayaran Indonesia sangat potensial menjadi kekuatan ekonomi utama dan faktor pertumbuhan karena mempunyai sejumlah kekuatan seperti memiliki jalur pelayaran yang strategis, makin banyak armada kapal nasional berbendera Indonesia, adanya regulasi dan kebijakan pelayaran yang ketat serta penerapan kebijakan nasional asas cabotage,” katanya.

Siana menjelaskan jika saat ini sektor pelayaran nasional masih dihadapkan masalah kebijakan atau regulasi yang perlu direvisi guna meningkatkan daya saing pelayaran nasional dan menjadi setara dengan perusahaan pelayaran luar negeri.

Pertama, beberapa waktu ke depan, fasilitas penundaan penerapan kebijakan PBI (Peraturan Bank Indonesia) Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Transaksi Menggunakan Mata Uang Rupiah bagi sektor pelayaran akan segera berakhir. Sebelumnya, pelayaran memperoleh fasilitas penundaan selama 10 tahun sejak 2016. Artinya, pada 2026 yang akan datang, fasilitas ini akan berakhir sehingga kita di asosiasi harus meresponnya dengan aktif, apakah fasilitas penundaan ini telah cukup atau belum sehingga membutuhkan perpanjangan. “Kami ingin sektor angkutan laut tumbuh dan berkembang lebih baik lagi ke depannya,” katanya.

Kedua, Surat Edaran Kepala SKK Migas No. SRT-0102/SKKMA 0000/2018/S6 tertanggal 07 Februari 2018 tentang Kewajiban Penggunaan Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) Dalam Operasi Perkapalan di Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, karena dapat menimbulkan biaya tinggi akibat terjadinya double class sehingga memberatkan operator kapal.

Ketiga, melaksanakan Permendag No. 82 tahun 2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu dalam rangka mendukung kegiatan beyond cabotage. Pokok permasalahan dari pelaksanaan peraturan ini hanya pada aturan perpajakan yaitu PPN jasa angkutan luar negeri & PPH pasal 26. Untuk dapat dilaksanakan dengan baik, maka perlu perbaikan sektor perpajakan atas  pengangkutan muatan kapal berbendera Indonesia pada perairan internasional tersebut.

Keempat, pemerintah membuat kebijakan untuk membuka kegiatan klasifikasi yang setara bagi klasifikasi dalam negeri maupun luar negeri dalam kegiatan sertifikasi statutory kapal berbendera Indonesia yang beroperasi di luar negeri maupun dalam negeri sesuai dengan amanat UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran.

Saat ini, tidak sedikit kapal-kapal milik perusahaan pelayaran nasional yang beroperasi di luar negeri dan memerlukan clasifikasi yang telah menjadi member IACS supaya dapat bekerja dan diterima oleh perusahaan luar negeri. “Oleh karena itu, perlu relaksasi kebijakan yang memungkinkan klasifikasi member IACS melakukan sertifikasi statutory kapal,” katanya.

Menurut Siana, Indonesia pernah merasakan bagaimana pelayaran nasional berjaya pada era 1970-an hingga awal 1980-an. Tetapi, pernah  terpuruk pada era 1980-an hingga awal tahun 2000 karena kebijakan scrapping.

Pada 2005, dunia angkutan laut nasional mulai bangkit hingga sekarang melalui program kebijakan azas cabotage yang kemudian diperkuat dengan program tol laut untuk mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Pemberdayaan pelayaran nasional perlu terus dilanjutkan dengan program-program strategis karena industri pelayaran telah menjadi salah satu penggerak ekonomi nasional hingga saat ini.

  • By admin
  • 17 Nov 2025
  • 46
  • INSA