• +62 21 351 4348
  • sekretariat@dppinsa.com

Pemerintah Bebaskan Bea Masuk Impor Komponen Kapal

Pemerintah Bebaskan Bea Masuk Impor Komponen Kapal

JAKARTA—Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan memberlakukan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2022 yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 26/PMK.010/2022 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor dan akan mulai berlaku efektif pada 1 April 2022.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto menyampaikan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) merupakan suatu dokumen yang berisi struktur klasifikasi barang lengkap dengan pembebanan tarif bea masuk dan pajak impor yang digunakan secara luas baik oleh pemerintah, swasta dan organisasi internasional. “BTKI memuat sistem klasifikasi barang yang berlaku di Indonesia,” kata Nirwala sebagaimana dikutip dari website Kemenkeu, Maret ini.

Klasifikasi tersebut meliputi Ketentuan untuk Menginterpretasi Harmonized System (KUMHS), Catatan, dan Struktur Klasifikasi Barang yang disusun berdasarkan Harmonized System (HS) dan ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN).

Dalam BTKI 2022 terdapat beberapa perubahan yang cukup mendasar dibandingkan pada BTKI 2017, yaitu pada bab 1 hingga 97 BTKI 2022 terdapat 11.414 pos tarif dari yang sebelumnya hanya 10.813 pos tarif.

“Sementara, pada bab 98 dan 99 bertambah menjadi 138 pos tarif dari yang sebelumnya 28 pos tarif,” ujar Nirwala.

Penambahan subpos-subpos dalam AHTN 2022 menampung kepentingan strategis industri dan perdagangan Indonesia yang sebelumnya tidak ada di AHTN 2017, antara lain produk batik, tekstil, CPO, pertanian, serta ikan dan produk perikanan. Kemudian juga alat bantu pernapasan atau ventilator, hospital bed, dan beberapa alat kesehatan, produk terkait pengembangan industri kendaraan listrik yaitu motor listrik dan baterainya, serta kendaraan bermotor, sepeda listrik, dan produk sejenis.

Dalam BTKI 2022, pemerintah juga memasukan skema khusus untuk memberikan insentif dalam rangka pengembangan industri galangan kapal, yakni bea masuk 0 persen untuk 111 pos tarif komponen industri galangan kapal yang sebelumnya dikenakan tarif antara 5 persen hingga 15 persen.

“Hal ini merupakan wujud komitmen pemerintah dalam paket kebijakan ekonomi untuk pengembangan usaha dan daya saing penyedia jasa logistik nasional,” kata Nirwala.

Secara garis besar, implementasi BTKI merupakan wujud dari tugas dan fungsi Bea Cukai dalam aspek revenue collection yang digunakan untuk keperluan pemungutan bea masuk, bea keluar, maupun pajak dalam rangka impor.

Dalam aspek trade facilitation, BTKI berfungsi sebagai dasar negosiasi dalam skema Free Trade Agreement (FTA), Rules of Origin dan pengumpulan data statistik. BTKI juga berfungsi untuk memudahkan monitoring komoditas larangan dan pembatasan, termasuk produk yang dianggap berbahaya baik bagi perdagangan maupun masyarakat yang merupakan perwujudan aspek community protection.

Dari aspek industrial assistance, BTKI berfungsi untuk memudahkan dalam pemberian asistensi industri, misalnya penentuan komoditas yang dibebaskan bea masuknya dan bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP).

 “Dengan diimplementasikannya BTKI 2022, diharapkan dapat memfasilitasi perdagangan internasional dengan mempermudah proses impor dan ekspor serta proses pertukaran data,” ujar Nirwala.

Sementara itu, Indonesian National Shipowners Association sangat mengapresiasi terbitnya peraturan pemerintah yang membebaskan bea masuk komponen kapal yang merupakan insentif dalam rangka pengembangan industri galangan kapal nasional. “Kami dukung dan apresiasi Pemerintah atas insentif bea masuk 0 persen untuk 111 pos tarif komponen industri galangan kapal yang sebelumnya dikenakan tarif antara 5 persen hingga 15 persen,” kata Sekretaris Umum Indonesian National Shipowners Association Teddy Yusaldi.

Selama ini, untuk impor kapal utuh, bea masuknya nol. Tapi tidak demikian dengan kapal yang dibangun di dalam negeri dimana komponen-komponennya dikenakan bea masuk.

Selama ini, Pemerintah telah memberlakukan restitusi PPN 10% untuk industri perkapalan nasional di luar Batam sehingga tingkat kemahalannya tinggal 7%. Namun, restitusi itu tidak otomatis menggairahkan kinerja industri galangan kapal Indonesia. “Untuk percepatan pemulihan ekonomi pasca wabah Covid-19, insentif bea masuk 0 persen untuk industri komponen sangat tepat. Kami berharap, insentif ini dapat maksimal dimanfaatkan oleh para industri kapal dalam negeri,” katanya.

Perlu diketahui, pada aturan itu, khususnya ada halaman 227, bab 98 tentang Ketentuan Khusus untuk Industri Alat Transportasi, Catatan 2 huruf B menjelaskan  bahwa ketentuan mengenai persyaratan impor barang dan bahan dari pos 98.04 sampai dengan pos 98.11 diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian No.19 tahun 2020 tentang Pemanfaatan Skema Khusus Penyediaan Barang dan Bahan bagi Perusahaan Galangan untuk pembangunan kapal. Pada huruf C menegaskan bahwa untuk keperluan pos 98.04 sampai dengan 98.11 terhadap barang dan bahan dalam pos tersebut berlaku ketentuan sebagai berikut:

  • Diimpor oleh perusahaan industri galangan kapal yang ditetapkan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang perindustrian atau pejabat yang ditunjuk.
  • Dilengkapi dengan dokumen tanda sah surat keterangan verifikasi industri dalam rangka pemanfaatan skema khusus penyediaan barang dan bahan bagi industri galangan kapal untuk pembangunan kapal;
  • Memenuhi ketentuan yang diatur dalam peraturan Menteri Perindustrian No.19 tahun 2020 tentang Pemanfaatan Skema Khusus Penyediaan Barang dan Bahan Bagi Perusahaan Industri Galangan Kapal untuk Pembangunan Kapal.

Sementara itu, Pasal 2 ayat 2  Peraturan Menteri Perindustrian No.19 tahun 2020 tentang Pemanfaatan Skema Khusus Penyediaan Barang dan Bahan bagi Perusahaan Industri Galangan Kapal untuk Pembangunan Kapal menjelaskan bahwa perusahaan industri galangan kapal yang melaksanakan pembangunan kapal dengan menggunakan barang dan bahan yang berasal dari impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memanfaatkan skema khusus.

Pada pasal 3 ayat 1 menjelaskan bahwa pembangunan kapal yang dimaksud meliputi pembangunan kapal baru, pembangunan blok kapal baru dan/atau pembangunan modul Kapal baru.

Sedangkan pasal 4 ayat 1 menjelaskan perusahaan industri galangan kapal yang dapat memanfaatkan skema khusus  harus memiliki fasilitas galangan kapal paling sedikit berupa dok tempat pembangunan kapal dan bengkel produksi. Sedangkan dalam memanfaatkan skema khusus dari yang diberikan Pemerintah tersebut, perusahaan industri galangan kapal  dapat melakukan sendiri dengan sarana dan prasarana yang dimiliki, melakukan subkontrak; atau melakukan KSO.

Pada pasal 5 ditegaskan bahwa perusahaan industri galangan kapal ditetapkan sebagai pemanfaat Skema Khusus dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan sesuai dengan izin usaha industri yang dimilikinya kepada Direktur dengan melampirkan surat pernyataan bahwa Perusahaan Industri Galangan Kapal yang bersangkutan memiliki fasilitas galangan kapal.

Sedangkan pada pasal 6 menjelaskan bahwa barang dan bahan untuk pembangunan kapal dengan memanfaatkan Skema Khusus harus memenuhi ketentuan sebagai berikut. Pertama, hanya digunakan dalam Pembangunan Kapal yang bersangkutan. Kedua, tidak dapat dipindahtangankan kepada pihak lain. (Aj/Red)

  • By admin
  • 13 Apr 2022
  • 1797
  • INSA