• +62 21 351 4348
  • sekretariat@dppinsa.com

Masalah PNBP Pelayaran Diadukan ke Tim Pemulihan Ekonomi Nasional

Masalah PNBP Pelayaran Diadukan ke Tim Pemulihan Ekonomi Nasional

PELAKU usaha pelayaran nasional  mengadukan masalah Penerimaan  Negara Bukan Pajak (PNBP) di  sektor angkutan laut kepada Ketua  Tim Pemulihan Ekonomi Nasional  dan Penang-anan Covid-19 Erick  Thohir.

Sebab, kebijakan PNBP di sektor  angkutan laut telah memberatkan  usaha pelayaran. Oleh karena itu,  melalui Indonesian National  Shipowners’ Association, para  pemilik kapal nasional meminta agar  Peraturan Pemerintah No.15 tahun  2016 tentang PNBP dan Peraturan  Direktur Jenderal Perhubungan Laut  Kementerian Perhubungan  No.KU.404/2/11/DJPL-15 direvisi.

“Guna membantu usaha pelayaran  dalam menghadapi dampak pandemi  Covid-19, Indonesian National  Shipowners’ Association minta kedua  aturan tersebut segera direvisi,” tulis surat Indonesian National  Shipowners’ Association yang ditu-  jukan kepada Ketua Tim Pemulihan  Ekonomi Nasional dan Penang-  anan Covid-19 Erick Thohir.

Melalui surat tersebut, Ketua  Umum Indonesian National  Shipowners’ Association Sugiman  Layanto mengatakan prinsip dasar  penetapan kebijakan PNBP adalah  dalam rangka memberi manfaat  bagi kepentingan masyarakat,  khususnya pelaku usaha.

Sedangkan landasan hukum di  dalam menetapkan dan menghitung tarif PNBP adalah pasal 3  ayat 1, UU No. 20 tahun 1997  tentang PNBP yang menyatakan  bahwa tarif atas jenis PNBP  ditetapkan dengan memperhatikan  dampak pengenaannya terhadap  masyarakat dan kegiatan usahanya  serta berkeadilan. 

Menurutnya, baik PP No.15 tahun  2016 maupun Peraturan DJPL  No.KU.404/2/11/DJPL-15, sama-sama memberatkan usaha  pelayaran dan tidak mendukung  terwujudnya ekonomi berkeadilan  sesuai cita-cita Presiden Joko  Widodo. Hal ini dikarenakan  beberapa hal yakni:

Pertama, terdapat 435 atau 51% pos  tarif baru dari seluruh pos tarif yang  diatur berdasarkan PP No.06 tahun  2009 yakni 800-an pos tarif, dan  terdapat 482 atau 57% pos tarif dari  seluruh pos tarif PNBP yang naik  100% hingga 1.000% dibandingkan  pos tarif yang diatur berdasarkan PP  No. 6 tahun 2009. Kenaikan tarif  hingga 1.000% ditemukan a.l pada  tarif penggunaan perairan untuk  bangunan dan kegiatan lainnya di  atas air yang naik 10x lipat yakni dari  250 per m2 per tahun menjadi  Rp2.500 per m2 per tahun.

Kedua, terdapat pos tarif yang tidak  jelas pelayanannya tetapi harus  dibayar (No Service But Pay). Seba-  gai contoh adalah pengenaan tarif  PNBP atas pengawasan kegiatan  bongkar muat barang di pelabuhan  yang tidak ada pelayanannya dan  yang tidak jelas manfaatnya, tetapi  ditagihkan tarifnya sebesar 1% dari  total bongkar muat barang di  pelabuhan.

Ketiga, terdapat beberapa rumus dan  perhitungan tarif PNBP yang  ditetapkan berdasarkan Peraturan  DJPL No.KU.404/2/11/DJPL-15 yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah pada umumnya, antara lain: 

  1. Perhitungan tarif PNBP untuk  kelompok sewa perairan deng-  an rumusan pasal 12 huruf c  angka 4 yang naik hingga 76 kali  lipat. Contohnya adalah tarif  PNBP atas kapal FSO yang  dihitung dengan rumus luas  bangunan perairan dihitung  dengan jari-jari sama dengan  ukuran panjang kapal (LOA)  terbesar termasuk peralatan  bantu yang digunakan ditambah  25 M atau A=n X (L+25 M)2  dengan π=22/7. Dengan  simulasi Panjang kapal FSO  267,90 M, maka tarif PNBP  meningkat dari Rp67 juta pada  2009, menjadi Rp5,1 miliar pada  2016 atau naik 76 kali lipat  (7.600%).
  2. Perhitungan tarif PNBP atas  sertifikat kapal seharusnya  memiliki kejelasan masa  berlakunya. Dan tarif PNBP  dibayar secara pro-rata jika  masa berlakunya lebih pendek  dari masa berlaku yang  ditetapkan di dalam PP No.15  tahun 2016.
  3. Perhitungan tarif PNBP navigasi  adalah dihitung selama 15 hari.  Jika jumlah hari yang digunakan  kurang dari 15 hari, seharusnya  dihitung prorate sesuai hari yang  digunakan, bukan tetap menjadi  15 hari.

Sugiman menjelaskan kenaikan  jenis dan besaran tarif perhitungan  PNBP di sektor perhubungan laut  menjadi penyebab mahalnya biaya  Pelabuhan di Indonesia dan tidak  mendukung kebijakan Presiden  Joko Widodo untuk menurunkan  biaya logistik. Sebagai informasi,  biaya pelabuhan di Indonesia saat  ini tercatat yang paling termahal di  Kawasan Asia Tenggara.

Indonesian National Shpowners’  Association meminta dalam  penyusunan jenis dan besaran tarif  PNBP di dalam revisi PP No.15  tahun 2016 dan Peraturan DJPL  No.KU.404/2/11/DJPL-15 tersebut agar benar-benar  mempertimbangkan aspek  keadilan sesuai dengan pasal 3  ayat 1, UU No. 20 tahun 1997  tentang PNBP.

Selain itu, Indonesian National  Shpowners’ Association juga  meminta agar dalam revisi  tersebut menghilangkan item-item  tarif yang tidak ada jasa  layanannya (No Service But Pay)  serta merevisi besaran biaya  PNBP pada seluruh pos tarif  bidang perhubungan laut yang  kenaikannya terlalu tinggi.

  • By admin
  • 07 Aug 2020
  • 1749
  • INSA