• +62 21 351 4348
  • sekretariat@dppinsa.com

Kemenhub Revisi Kebijakan Tidak Melayani Reflag Out

Kemenhub Revisi Kebijakan Tidak Melayani Reflag Out

Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut akhirnya merevisi suratnya  No.AL.001/1 /DJPL/2022 tertanggal 5 Januari 2022 tentang Ketersediaan Ruang Muat Kapal di Indonesia.

Revisi tersebut menyusul surat Indonesian National Shipowners' Association No. DPP-SRT-/22/001 tertanggal 17 Januari 2022 tentang  Ketersediaan Ruang Muat Kapal Nasional yang diteken Ketua Umum Sugiman Layanto dan Sekretaris Umum Teddy Yusaldi.

Revisi tersebut tertuang di dalam surat No. AL.001/1/6/DJPL/2022 tertanggal 7 Februari 2022 tentang Ketersediaan Ruang Muat Kapal yang ditandatangani Plt. Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub Arif Toha.

Dalam surat yang ditujukan kepada Indonesian National Shipowners' Association, Kementerian Perhubungan menegaskan bahwa menindaklanjuti surat sebelumnya tentang ketersediaan ruang muat kapal nasional serta evaluasi data ketersediaan ruang muat kapal kontainer tahun 2021 dimana terlihat bahwa jumlah kapasitas kontainer atau TEUs kapal reflag out jauh lebih besar dari reflag in.

"Sehubungan dengan hal tersebut, pembatasan reflag out hanya diberlakukan bagi kapal kontainer sejak tanggal surat ini diterbitkan sampai dengan tanggal 31 Maret 2022 dan dapat diperpanjang sesuai hasil evaluasi biaya angkut logistik nasional," tulis surat itu.

Menanggapi revisi surat tersebut, Ketua  Umum Indonesia National Shipowners’ Association Sugiman Layanto mengapresiasi Kementerian Perhubungan c.q Ditjen Perhubungan Laut yang begitu cepat dalam merespon kegelisahan para shipowners sejak adanya pembatasan reflag out.

Menurut dia, pembatasan reflag out yang ditujukan hanya kepada kapal kontainer guna menjamin ketersediaan ruang muat kapal dapat dipahami. Data Kemenhub menyebutkan, pada Maret 2005, jumlah kapal kontainer  mencapai  107 unit. Akan tetapi pada Desember 2019, angkanya meningkat menjadi 551 unit.

Di sisi lain, di dalam surat tersebut, Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan juga memperketat penyewaan kapal kontainer ke luar negeri dengan meminta kepada Indonesian Nasional Shipowners Association untuk mengimbau anggotanya agar tidak menyewakan kapal kontainer ke luar negeri.

Dia menjelaskan krisis ruang muat kapal di Indonesia, katanya, terjadi karena pengadaan kapal yang kian sulit bahkan semakin dipersulit. Pengadaan kapal baru dari dalam negeri juga sulit dilakukan karena harga produksi yang tinggi akibat kenaikan harga baja serta masih perlunya dukungan kebijakan sektor fiskal dan moneter.

Dengan situasi tersebut, katanya, para shipowners di Indonesia lebih memilih untuk melakukan impor kapal bekas daripada membangun kapal di dalam negeri. Sayangnya, regulasi impor kapal bekas saat ini membuat shipowners tidak nyaman untuk mengimpor kapal bekas guna menambah ruang muat kapal.

Sebagai informasi, Peraturan Menteri Perdagangan No. 20 tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, khususnya lampiran III tentang Barang yang Dapat Diimpor dalam Keadaan Tidak Baru menyebabkan perusahaan pelayaran nasional menahan rencana menambah armada kapal melalui impor kapal bekas.

Permendag tersebut meningkatkan risiko tinggi di bidang mengadaan kapal bekas melalui impor  dikarenakan untuk mendapatkan Persetujuan Impor (PI) mensyarat-kan bukti pergantian bendera berupa Surat Tanda Kebangsaan dan Surat Ukur Sementara dari Kemenhub.

Hal ini mengartikan bahwa kapal harus dibeli terlebih dahulu dan dilakukan proses ganti bendera menjadi berbendera Indonesia, baru bisa melakukan pengurusan PI. Pengusaha menanggung risiko tinggi jika PI ditolak oleh Kementerian Perdagangan. “Anggota kami sudah ada yang beli kapal, sudah ganti bendera, tetapi tidak mendapatkan izin impor,” katanya.

Ketentuan ini sudah berlaku sejak adanya Permendag No. 76 tahun 2019 tentang Perubahan Permendag No.118 tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Barang Modal Dalam Keadaan Tidak Baru. Akibat kebijakan itu, pengusaha pelayaran kesulitan melakukan pengadaan armada,

terutama yang menggunakan pinjaman bank dikarenakan tidak adanya kepastian hukum. “Padahal sejak 2019 hingga pertengahan tahun 2021, harga kapal sedang murah-murahnya,” katanya.

Akibat kondisi itu, katanya shipowners Indonesia kehilangan momentum untuk melakukan pengadaan kapal bekas melalui impor pada saat harga kapal bekas di pasar dunia sedang turun.  Sementara, pada saat harga baja naik yang mulai dirasakan pada pertengahan 2021, harga kapal semakin mahal sehingga pengusaha pelayaran semakin sulit melakukan pengadaan kapal bekas.

Situasinya semakin buruk karena Permendag tersebut membatasi usia kapal yang boleh diimpor menjadi sangat muda yakni dari usia 30 tahun menjadi usia 15 tahun dan 20 tahun yang berarti harga bekas yang dapat diimpor menjadi lebih mahal.

Sugiman menilai, implementasi Permendag ini mengakibatkan populasi kapal berbendera Indonesia tidak bertumbuh secara signifikan sehingga ketersediaan ruang muat kapal menjadi terganggu.

“Agar ruang muat kapal berkembang, revisi aturan ini perlu dilakukan untuk mempermudah impor kapal bekas dengan mengembalikan sebagai-mana Permendag No.118 tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Barang Modal Dalam Keadaan Tidak Baru,” katanya. (Adj/Red)

 

  • By admin
  • 17 Mar 2022
  • 1052
  • INSA