• +62 21 351 4348
  • sekretariat@dppinsa.com

Kebijakan Tidak Melayani Reflag Out Akan Ganggu Peremajaan Armada

Kebijakan Tidak Melayani Reflag Out Akan Ganggu Peremajaan Armada

JAKARTA--Kementerian Perhubungan Republik Indonesia membuat ambyar industri pelayaran nasional setelah menerbitkan surat Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan No.AL.001/1/1DJPL/2022 tertanggal 5 Januari 2022 tentang Ketersediaan Ruang Muat Kapal di Indonesia.

Esensi dari surat tersebut menyampaikan bahwa untuk mengantisipasi kecenderungan berkurangnya ruang muat kapal berbendera Indonesia yang dapat berdampak pada meningkatnya biaya angkutan nasional,  Kementerian Perhubungan tidak melayani reflag out (pergantian bendera keluar dari kebangsaan Indonesia) terhitung sejak tanggal 5 Januari 2022 hingga 31 Maret 2022. 

Kebijakan tersebut menuai kontroversi dan dianggap bukan solusi yang tepat untuk meningkatkan ruang muat kapal berbendera Indonesia yang diklaim cenderung menurun. Beberapa sebabnya antara lain kapal berbendera Indonesia tetap bisa beroperasi di luar negeri walau masih berbendera Indonesia.

Siswanto Rusdi, Direktur National Maritim Institute mengatakan pertimbangan Kementerian Perhubungan membuat kebijakan tersebut tidak komprehensif sehingga banyak memicu persoalan lain, terutama dapat menghambat proses peremajaan armada kapal niaga nasional yang sebagian besar saat ini sudah waktunya untuk diremajakan. Padahal, program ini sangat penting dan mendesak.

Data Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (IPERINDO) menyebutkan potensi kapal berbendera Indonesia yang berusia 25 tahun dan perlu diremajakan mencapai 1.684 unit. Kapal-kapal tersebut  terdiri dari kapal General Cargo mencapai 618 unit, bulk carrier 21 unit, container 245 unit, oil tanker 215 unit, Ferry Roro 218 unit, Tug Boat 336 unit dan Supply Vessel 31 unit. Bila peremajaan kapal ini dilakukan untuk 5 tahun kedepan, maka terdapat pasar pembangunan kapal baru mencapai 336 unit per tahun.

Siswanto menjelaskan proses peremajaan kapal-kapal ini akan terganggu karena pemilik kapal tidak bisa menjual kapalnya ke luar negeri untuk mendukung proses peremajaan armada. 

“Oleh karena itu, kebijakan Kementerian Perhubungan untuk tidak melayani reflag out  hingga beberapa bulan ke depan, kurang tepat karena justru akan menghambat proses peremajaan armada niaga nasional guna mempertahankan atau menambah ruang muat kapal,” katanya.

Namun, potensi pasar tersebut diatas menjadi peluang jika pemerintah mampu meyediakan skema pembiayaan yang menarik bagi perusahaan pelayaran, yaitu suku bunga pinjaman yang rendah (6%), jangka pengembalian pinjaman yang panjang (15 th) dan kapal yang sedang dibangun dapat dijadikan sebagai bagian dari agunan.

Sementara itu, Indonesian National Shipowners’ Association mengatakan kebijakan tidak melayani pergantian bendera keluar dari kebangsaan Indonesia) telah menimbulkan keresahan diantara para pebisnis angkutan laut dan tidak sesuai dengan asas free trade dan market forces.

Calon investor dalam sektor ini juga akan takut melakukan investasi jika melihat hal seperti ini dapat dilakukan oleh Indonesia. Kebijakan tersebut akan mencederai kenyamanan dan keamanan investasi di sektor angkutan laut bahkan mencoreng nama Indonesia di mata dunia internasional.

“Diantara anggota kami ada yang telah menjual kapalnya ke pihak asing dan telah melakukan tandatangan perjanjian sebelum kebijakan ini. Kapal telah diserah terima dan pembayaran telah lunas. Saat ini mereka sangat resah karena tidak dapat mendapatkan “deletion certificate” dan akan melanggar ketentuan yang sudah disepakati di dalam kontrak,” kata Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Association Sugiman Layanto.

Dia menjelaskan kapal berbendera Indonesia tetap dapat beroperasi di luar Indonesia sehingga belum tentu dengan tidak melayani reflag out tersebut, kapal tidak akan beroperasi di luar Indonesia dan membantu mengurangi ketersediaan ruang muat kapal di Indonesia.

Mengingat begitu banyaknya tipe kapal dan tidak semua kapal berfungsi sebagai pengangkut barang, maka perusahaan yang memiliki kapal seperti ini akan terpengaruh juga walaupun  sama sekali bukan kapal yang di target. “Ketentuan tidak melayani reflag out selama 3 (tiga) bulan ini tidak akan menyelesaikan permasalahan kekurangan muatan kapal,” ujar Sugiman.

Sementara itu, untuk  meningkatkan ruang muat kapal berbendera Indonesia, seharusnya Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang dapat mempercepat pengadaan kapal, baik kapal baru maupun kapal bekas dengan melakukan langkah-langkah strategis.

Pertama, mempermudah pengadaan kapal baru dengan tipe tertentu maupun bekas melalui impor, khususnya terhadap kapal yang ruang muatnya berkurang dengan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan No. 20 tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, khususnya lampiran III tentang Barang yang Dapat Diimpor dalam Keadaan Tidak Baru.

Sebagai informasi, Permendag No.20 tahun 2021 menyebabkan perusahaan pelayaran nasional kesulitan melakukan peremajaan armada maupun menambah armada melalui impor.

Risiko pengadaan kapal melalui impor sangat tinggi dikarenakan syarat untuk mendapatkan Persetujuan Impor (PI) mensyaratkan bukti pergantian bendera berupa Surat Tanda Kebangsaan dan Surat Ukur  Sementara dari Kementerian Perhubungan.

Hal ini mengartikan bahwa kapal harus dibeli terlebih dahulu dan dilakukan proses ganti bendera menjadi berbendera Indonesia, baru pengurusan PI dilakukan. Pengusaha pelayaran nasional akan menanggung resiko yang sangat tinggi jika PI ditolak oleh Kementerian Perdagangan.

Di sisi lain, minat pengusaha pelayaran nasional untuk berinvestasi di bidang pengadaan kapal melalui impor sudah menurun sejak adanya Permendag No. 76 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Permendag No.118 tahun 2018 tentang  Ketentuan Impor Barang dalam Keadaan Tidak Baru.

Permendag ini menegaskan bahwa untuk mendapatkan PI, harus melampirkan dokumen bukti ganti bendera berupa Surat Tanda Kebangsaan dan Surat Ukur.

Permendag ini kemudian diganti dengan Permendag No.20 tahun 2021 tanpa mengubah persyaratan untuk mendapatkan PI yang jelas-jelas menghambat investasi pengadaan kapal tersebut.

Adanya pembatasan usia kapal yang boleh diimpor menjadi sangat muda yakni dari usia 30 tahun menjadi usia 15 tahun dan 20 tahun sehingga sulit bagi perusahaan pelayaran nasional untuk mendapatkan kapal yang dibutuhkan sesuai dengan usia yang diperbolehkan untuk diimpor. 

Kedua, mendorong perusahaan pelayaran untuk melakukan pengadaan kapal melalui pembangunan kapal baru dengan memberikan insentif fiskal dan moneter serta memfasilitasi pembiayaan berbunga rendah. (Aj)

  • By admin
  • 06 Feb 2022
  • 1495
  • INSA