INSA Kembali Desak SKKMigas Meninjau SE No. 0102/2018
INSA Kembali Desak SKKMigas Meninjau SE No. 0102/2018
JAKARTA–Indonesian National Shipowners' Association (INSA) kembali mempertanyakan tindak lanjut atas Surat SKK Migas No. SRT-0102/SKKMA0000/2018/S6 tertanggal 07 Februari 2018 tentang Kewajiban Penggunaan Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) Dalam Operasi Perkapalan di Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Kebijakan itu dinilai telah menimbulkan keresahan bagi pelaku usaha pelayaran dan memberikan ketidakpastian usaha. Apalagi, dalam lelang pegadaan kapal yang dilaksanakan sebagian besar kontraktor kontrak kerja sama (K3S) minyak dan gas bumi maupun stakeholders offshore, mensyaratkan pemilik kapal untuk menggunakan klasifikasi yang dapat dipercaya oleh komunitas serta stakeholders maritim dunia dan diakui keberadaannya oleh Pemerintah.
Terhadap masalah ini, INSA telah menyurati SKKMigas sebanyak tiga kali. Pertama melalui No. DPP-SRT- III/18/016 tertanggal 7 Maret 2018. Kedua, melalui surat No. DPP-SRT-IV/18/036 tertanggal 23 April 2018. Ketiga, melalui surat No. DPP-SRT-IV/18/111 tertanggal 21 November 2018.
Menurut INSA, aturan SKKMigas tersebut adalah kebijakan yang kurang tepat karena tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan secara ekonomi akan memicu biaya tinggi di sektor transportasi offshore.
Ada beberapa alasan yang dikemukakan INSA sehingga kebijakan wajib klasifikasi kapal kepada PT BKI (Persero) adalah kebijakan tidak tepat.
Pertama, tidak sesuai dengan Undang-Undang (UU) No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran pasal 129 yang berbunyi: Badan klasifikasi nasional atau badan klasifikasi asing yang diakui dapat ditunjuk melaksanakan pemeriksaan dan pengujian terhadap kapal untuk memenuhi persyaratan keselamatan kapal.
Kedua, tidak sesuai dengan Pasal 3 ayat 1 Peraturan Menteri Perhubungan No. 61 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa badan klasifikasi terdiri atas badan klasifikasi nasional dan badan klasifikasi asing yang diakui.
Ketiga, bertentangan dengan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pasal 17 ayat 1 yang berbunyi: Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Menurut UU ini, pelaku usaha patut diduga melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa apabila:
- Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
- Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
- Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Keempat, menimbulkan biaya tinggi logistik karena pemilik kapal harus melaksanakan dual class yakni harus menggunakan klasifikasi luar negeri dan sekaligus dalam negeri. Padahal, selama ini mayoritas stakeholders pelayaran offshore mempercayakan pemeriksaan dan sertifikasi kapalnya kepada klasifikasi yang memiliki kompetensi, kecukupan sumber daya (resources), jaringan (networking) dan dipercaya stakeholders maritim.
Agar tidak terjadi tumpang tindih terhadap peraturan perundang-undangan, serta dalam rangka mengedepankan kepentingan umum, INSA meminta SKKMigas untuk meninjau kembali Surat Edarannya No. SRT-0102/SKKMA0000/2018/S6. (*)
- By admin
- 17 Dec 2018
- 1340
- INSA