• +62 21 351 4348
  • sekretariat@dppinsa.com

Indonesian National Shipowners’ Association ke-58 Beri Masukan Terkait Kepemilikan Modal pada Perusahaan Pelayaran Terbuka

Indonesian National Shipowners’ Association ke-58 Beri Masukan Terkait Kepemilikan Modal pada Perusahaan Pelayaran Terbuka

Indonesian National Shipowners' Association melayangkan surat kepada Menteri Perhubungan sehubungan dengan perubahan secara signifikan dalam UU No. 66 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Surat tersebut dilayangkan mengingat UU Pelayaran terbaru itu memperbarui Pasal 29 UU Pelayaran, khususnya ketentuan terkait persyaratan ukuran minimum kapal milik berbendera Indonesia yang diberlakukan khusus bagi usaha patungan (Joint Venture) dengan entitas asing pada perusahaan pelayaran terbuka. Tujuan dari surat itu adalah untuk memberikan masukan dalam rangka mendorong penetapan kebijakan yang memiliki kepastian hukum dan dapat diterapkan secara konsisten di lingkungan Kementerian Perhubungan, sehingga tercipta keseragaman persepsi dan perlakuan terhadap Perusahaan Pelayaran Tbk. Di dalam surat No. DPP-SRT-VIII/25/031 tertanggal 04 September 2025 tersebut, Indonesian National Shipowners Association telah melakukan telaah yang mendalam atas implementasi UU tersebut dan dampaknya terhadap perseroan pelayaran terbuka (Tbk) dan hasilnya disampaikan melalui surat tersebut.

Latar Belakang

Surat berperihal Penyampaian Masukan dan Permohonan Terkait Status Penanaman Modal untuk Perusahaan Pelayaran berstatus Perseroan Terbuka (Tbk) dalam Penerapan UU No.66 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran menjelaskan bahwa perubahan Pasal 29 UU Pelayaran kini mensyaratkan kepemilikan dan pengoperasian kapal berbendera Indonesia dengan ukuran minimal 50.000 GT per kapal bagi usaha patungan (Joint Venture) yang berstatus Penanaman Modal Asing ("PMA"), meningkat dari ketentuan sebelumnya sebesar 5.000 GT.

Atas perubahan tersebut, terdapat keraguan serta ketidakseragaman persepsi di kalangan pelaku usaha terkait status Perusahaan Pelayaran Tbk. yang sahamnya dapat dimiliki publik melalui mekanisme pasar modal (tanpa terkecuali oleh entitas asing), dapat disamakan dengan Joint Venture yang berstatus PMA dengan semata-mata hanya berdasar pada keberadaan saham yang dimiliki oleh pemegang saham asing yang memperoleh saham Perusahaan Pelayaran Tbk. tersebut melalui pasar modal.

Tantangan yang dihadapi adalah sebagai berikut. Pertama, potensi terjadinya kesalahan persepsi atas status penanaman modal Perusahaan Pelayaran Tbk. yang sahamnya dibeli oleh investor asing secara tidak langsung melalui bursa efek (portofolio). Kedua, potensi kekeliruan dalam menerapkan kewajiban kepemilikan kapal, berbendera Indonesia berukuran minimal 50.000 GT terhadap Perusahaan Pelayaran Tbk. yang tidak termasuk dalam kategori Joint Venture PMA.

Analisa Regulasi dan Praktik

Tanpa mengesampingkan perundang-undangan serta ketentuan hukum dan kebijakan lainnya maupun sumber-sumber informasi lain yang dapat dijadikan rujukan dalam penyelesaian permasalahan terkait, Indonesian National Shipowners Association menggabungkan analisis dalam konteks hukum dan praktik bisnis yang berlaku di lapangan dengan penjelasan sebagai berikut.

Pertama, perbedaan sifat kepemilikan saham joint venture vs perusahaan pelayaran Tbk. Joint Venture adalah suatu perusahaan yang dibentuk oleh dua pihak atau lebih berdasarkan perjanjian kontraktual untuk dimiliki bersama guna mencapai tujuan tertentu. Kepemilikan saham dalam Joint Venture diatur melalui perjanjian antara para pemegang saham, sehingga hak dan kewajiban kontraktual melekat pada kepemilikan saham dalam Joint Venture tersebut. Ketentuan ini mencakup, antara lain, kewajiban penyetoran modal, pembagian tanggung jawab, serta pembagian risiko dan keuntungan dari kegiatan usaha yang dijalankan Joint Venture.

Awal dan akhir kepemilikan saham dalam Joint Venture hanya dapat dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam perjanjian tersebut, dan setiap pengalihan saham harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari pemegang saham lainnya serta dicatat dalam akta perubahan perusahaan.

Sebaliknya, kepemilikan saham dalam Perusahaan Pelayaran Tbk. tidak melekatkan hak dan kewajiban kontraktual antar pemegang saham. Saham Perusahaan Pelayaran Tbk. dapat dimiliki melalui mekanisme perdagangan di bursa efek secara harian, tanpa memerlukan perjanjian atau persetujuan terlebih dahulu dari pemegang saham lainnya. Pengalihan saham dalam Perusahaan Pelayaran Tbk. tunduk pada ketentuan hukum pasar modal.

Oleh karena itu, karakteristik kepemilikan saham di Perusahaan Pelayaran Tbk bersifat terbuka dan tidak eksklusif. Dengan demikian, perbedaan utama antara Joint Venture dan Perusahaan Pelayaran Tbk. terletak pada sifat kepemilikan sahamnya.

Kedua, struktur kepemilikan dan penanaman modal joint venture vs perusahaan Pelayaran Tbk. Dalam kaitannya dengan bentuk kepemilikan, penting untuk membedakan antara penanaman modal langsung dan tidak langsung (portofolio), sebagaimana ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 2 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Pasal 77 Ayat 1 UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi UU.

Ketentuan dalam UU ini hanya berlaku untuk penanaman modal langsung, yaitu investasi yang dilakukan secara nyata ke dalam suatu entitas usaha, termasuk dalam bentuk Joint Venture, di mana investor asing dapat memiliki kepemilikan saham dan keterlibatan langsung dalam operasional perusahaan, seperti penyetoran modal, pembentukan struktur manajemen, pengambilan keputusan usaha, dan lainnya.

Sebaliknya, penanaman modal tidak langsung, seperti kepemilikan saham melalui pembelian di pasar modal terhadap Perusahaan Pelayaran Tbk., tidak termasuk dalam cakupan pengaturan UU tersebut.

Hal ini disebabkan oleh sifat kepemilikannya yang tersebar dan fluktuatif, serta tidak melibatkan keterlibatan langsung pemegang saham dalam pengelolaan perusahaan. UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang telah diganti oleh UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang juga telah diubah dengan UU No.6 Tahun 2023, menjadi tonggak penting dalam mengatur dan memperkenalkan konsep PMA, khususnya dalam bentuk kerja sama seperti Joint Venture. UU ini secara tegas membedakan antara investasi langsung yang melibatkan peran aktif pemilik modal dan investasi tidak langsung yang bersifat pasif serta dilakukan melalui pasar modal.

Ketiga, prinsip pengendalian sejalan dengan analisa Indonesian National Shipowners' Association di atas, telah diatur secara tegas bahwa persyaratan kepemilikan kapal berbendera Indonesia dengan ukuran 50.000 GT berlaku khusus bagi usaha patungan (Joint Venture) dengan entitas asing. Oleh karena itu, ketentuan tersebut tidak dapat diperluas penerapan persepsinya terhadap Perusahaan Pelayaran Tbk. yang sahamnya dimiliki secara tidak langsung oleh entitas asing melalui pasar modal. Kepemilikan saham secara tidak langsung oleh publik dalam bentuk portofolio tidak serta merta menjadikan suatu perusahaan berstatus PMA. Penegasan ini juga tercantum dalam FAQ resmi pada situs OSS milik Kementerian Investasi/BKPM.

Perluasan persepsi mengenai penerapan persyaratan kepemilikan kapal berbendera Indonesia dengan ukuran 50.000 GT terhadap Perusahaan Pelayaran Tbk, hanya tepat jika Perusahaan Pelayaran Tbk tersebut memang dimiliki secara langsung oleh pemodal asing, di luar mekanisme pasar modal. Kepemilikan semacam ini umumnya berupa kepemilikan langsung oleh pemegang saham pengendali, tunduk pada ketentuan khusus hukum pasar modal, serta kepemilikan sahamnya termuat dalam akta perusahaan.

Oleh karena itu, tidak tepat apabila kepemilikan tidak langsung dan bersifat portofolio oleh investor asing atas saham Perusahaan Pelayaran Tbk serta-merta menetapkan suatu perusahaan tersebut berstatus PMA.

Kesimpulan dan Usulan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara Joint Venture dan Perusahaan Pelayaran Tbk., baik dari segi sifat kepemilikan, struktur kepemilikan dan penanaman modal, maupun pengaturan hukum terkait penanaman modal.

Joint Venture merupakan bentuk kerja sama yang mencerminkan penanaman modal langsung, di mana para pihak, termasuk investor asing, terlibat secara nyata dalam pengelolaan dan pengendalian usaha. Sebaliknya, Perusahaan Pelayaran Tbk. adalah entitas dengan kepemilikan saham yang terbuka dan tersebar di pasar modal, yang memungkinkan investor asing untuk memiliki saham secara tidak langsung melalui pembelian di bursa efek.

UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, secara tegas membatasi ruang lingkupnya hanya pada penanaman modal langsung, dan tidak mencakup investasi portofolio.

Oleh karena itu, status PMA tidak semestinya disematkan kepada Perusahaan Pelayaran Tbk. semata-mata karena keberadaan investor asing melalui pasar modal, sepanjang tidak terdapat pengendalian langsung oleh pihak asing sebagaimana tercermin dalam akta pendirian dan dokumen perusahaan lainnya.

Penerapan status PMA terhadap Perusahaan Pelayaran Tbk. yang tidak memenuhi unsur pengendalian oleh investor asing berpotensi menimbulkan kesalahan persepsi dan penafsiran hukum yang pada akhirnya dapat menciptakan hambatan dalam kegiatan usaha, khususnya terkait kewajiban kepemilikan kapal erbendera Indonesia dengan ukuran minimal 50.000 GT per kapal, yang semestinya hanya berlaku bagi badan usaha Joint Venture dengan entitas asing.

Guna menghindari kekeliruan dalam penerapan peraturan serta mendukung penetapan kebijakan yang memiliki kepastian hukum yang dapat diterapkan secara konsisten di lingkungan Kementerian Perhubungan, Indonesian National Shipowners Association menyarankan agar kiranya Kementerian Perhubungan dapat melakukan sejumlah hal.

Pertama, menegaskan bahwa kewajiban kepemilikan kapal berbendera Indonesia dengan ukuran minimal 50.000 GT per kapal hanya diterapkan secara khusus bagi perusahaan Joint Venture yang didirikan bersama entitas asing. 

Kedua, membatasi perluasan penerapan ketentuan pada angka 1 di atas hanya terhadap perusahaan yang secara tegas dimiliki dan dikendalikan secara langsung oleh entitas asing, hal mana harus mengacu pada akta perusahaan yang bersangkutan.

Ketiga, menegaskan pengecualian Perusahaan Pelayaran Tbk. dari penerapan kewajiban tersebut, sebagaimana telah diatur secara terang dalam Penjelasan Pasal 2 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Pasal 77 Ayat 1 UU No. 6 Tahun 2023.

Keempat, menyusun pedoman interpretatif atau regulasi turunan atau surat edaran yang memuat hal-hal sebagaimana dimaksud pada angka 1,2 dan 3 tersebut di atas.

Kelima, memberikan sosialisasi atas pedoman interpretatif atau regulasi turunan atau surat edaran tersebut kepada pelaku usaha Pelayaran, khususnya terkait pengklasifikasian terhadap status dan kedudukan Perusahaan Pelayaran Tbk.

Surat yang ditujukan kepada Menteri Perhubungan Dudy Perwagandhi tersebut diteken langsung oleh Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Associaton Siana A. Surya dan Sekretaris Umum Wadiman dengan tembusan kepada Dirjen Perhubungan Laut, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Direktur Kepelabuhan, Direktur Kenavigasian, Direktur Perkapalan dan Kepelautan serta Direktur Pengawasan Laut dan Pelayaran.

Indonesian National Shipowners’ Association berharap agar masukan tersebut dipertimbangkan dan dikabulkan, guna memberikan kepastian investasi dan operasional industri pelayaran nasional. AJ

 

  • By admin
  • 13 Oct 2025
  • 199
  • INSA