• +62 21 351 4348
  • sekretariat@dppinsa.com

Indonesian National Shipowners’ Association INGIN SISTEM CORETAX SUKSES DILAKSANAKAN DI SEKTOR PELAYARAN

Indonesian National Shipowners’ Association INGIN SISTEM CORETAX SUKSES DILAKSANAKAN DI SEKTOR PELAYARAN

Pemerintah telah resmi mengimplementasikan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) sebagai bagian dari upaya untuk melanjutkan reformasi dalam sistem perpajakan di Indonesia. Coretax dibangun berlandaskan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 tentang ketentuan perpajakan dalam rangka pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan. Sistem ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi, efektivitas, efisiensi, akuntabilitas, dan fleksibilitas dalam administrasi perpajakan.

Akan tetapi, transisi dari sistem yang biasa ke sistem coretax tidak terlepas dari tantangan dan kendala sehingga sejak masa pajak Januari 2025 menjadi momen penting dikarenakan para wajib pajak harus menggunakan sistem baru ini untuk pertama kalinya. Dengan alasan itulah, organisasi Indonesian National Shipowners’ Association menggelar sosialisasi secara daring untuk mengenalkan Coretax Administration System  kepada seluruh anggota pada Selasa, tanggal 26 Februari 2025.

Kegiatan tersebut merupakan hasil kerja sama Indonesian National Shipowners’ Association dengan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Sosialisasi  menghadirkan dua narasumber dari Ditjen Pajak yakni Fungsional Penyuluh Ahli Pratama Ditjen Pajak  Angga Sukma  Dhaniswara dan Fungsional Penyuluh Ahli Muda Ditjen Pajak Giyarso.

Sosialisasi dihadiri langsung  Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Association Siana A. Surya, Ketua Bidang Pajak, Asuransi, Bea dan Cukai Ade Afriani serta Wakil Ketua Bidang Pajak, Asuransi, Bea dan Cukai Arief Dermawan. Kegiatan yang dimoderatori oleh Tularji A.M itu dihadiri hampir 100 peserta yang merupakan perwakilan dari perusahaan anggota Indonesian National Shipowners’ Association.

Sosialisasi tersebut berlangsung selama lebih 3 jam. Acara dibuka oleh Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Association Siana A. Surya. “Terima kasih kepada  para narasumber yakni Bapak Angga Sukma  Dhaniswara dan Bapak Giyarso  yang berkenan hadir pada sosialisasi Cotetax ini,” katanya mengawali sambutan.

Dia menjelaskan asosiasinya mendukung  suksesnya coretax administration system pada saat diterapkan di Indonesia. Hanya saja, saat diimplementasikan, para anggota Indonesian National Shipowners’ Association banyak yang mengalami kendala. Menurut dia, sudah dilakukan beberapa kali rapat untuk berbagi pengalaman antara pengurus dan anggota, tetapi tetap saja tidak maksimal karena banyak pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh asosiasi.

Oleh karena itu, Indonesian National Shipowners’ Association menginisiasi perlunya satu kegiatan sosialisasi coretax administration system kepada seluruh peserta. “Kami harap, dari sosialisasi ini, seluruh pertanyaan anggota dapat dijawab,” katanya. Sebagai informasi, coretax adalah sistem administrasi layanan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang memberikan kemudahan bagi pengguna. Sistem inti administrasi perpajakan yang baru telah diluncurkan secara resmi oleh Presiden Prabowo Subianto pada 31 Desember 2024.

Pembangunan Coretax merupakan bagian dari Proyek Pembaruan Sistem Inti Adminis-trasi Perpajakan (PSIAP), yang dirancang untuk memodernisasi administrasi perpajakan. Proyek ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018 dan menggunakan teknologi berbasis Commercial Off-the-Shelf (COTS). Dengan integrasi sistem ini, berbagai proses bisnis inti perpajakan, seperti pendaftaran wajib pajak, pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT), pembayaran pajak, hingga pemeriksaan dan penagihan pajak, dapat dilakukan secara lebih efisien.

Selama sosialisasi tersebut, banyak pertanyaan yang muncul terkait dengan implementasi sistem coretax. Tidak hanya itu, Indonesian National Shipowners’ Association juga telah melakukan rekapitulasi sejumlah masalah dari anggota yang menjadi pertanyaan dan disampaikan pada kegiatan sosialisasi tersebut. Pertanyaan tersebut mulai dari hal teknis seperti akses log in yang terlalu lama, sering eror. Ada juga yang menanyakan soal apakah bisa yang tanda tangan adalah tetap direktur meskipun yang mendapatkan akses adalah karyawan yang ditunjuk oleh PIC coretax.

Pertanyaan lainnya adalah bukti potong pajak unifikasi yang tidak bisa di-print. Kemudian soal e- billing dimana pembuatan invoice selalu error hingga ketentuan baru yang berlaku tujuh hari lebih pendek dari ketentuan lama 30 hari sehingga menyulitkan jika ada penundaan pembayaran.

Soal faktur pajak dan faktur pajak keluaran juga menjadi pertanyaan karena ketentuannya hanya  dapat dikreditkan pada bulan berjalan. Masalah PPH 21/PPN PPh Unifikasi juga dipertanyakan, diantaranya bagaimana cara mengatasi agar imputan PPh 21 drafter A dengan drafter B tidak dapat dilihat satu sama lain.

SPT masa PPN juga dipertanyakan khususnya jika SPT masa Desember  2024 status PPN LB, apakah dapat dikreditkan pada coretax. Semua pertanyaan tersebut satu-persatu dapat diselesaikan jawabannya pada sesi tanya jawab oleh narasumber. Secara bergantian, baik Fungsional Penyuluh Ahli Pratama Ditjen Pajak Angga Sukma Dhaniswara maupun Fungsional Penyuluh Ahli Muda Ditjen Pajak Giyarso menjawabnya.

Angga Sukma menjelaskan jika lembaganya sampai saat ini, masih terus melakukan perbaikan demi perbaikan terhadap sistem coretax agar semua masalah yang muncul sejak diluncurkan untuk pertama kalinya dapat teratasi satu per satu.

Coretax DJP digunakan untuk administrasi perpajakan mulai masa pajak Januari 2025 dan seterusnya. Coretax akan memberikan layanan perpajakan yang lebih tersentralisasi sehingga seluruh administrasi pajak menjadi satu kesatuan. Dia menyampaikan terima kasihnya  kepada Indonesian National Shipowners’ Association yang telah menyelenggarakan kegiatan sosialisasi coretax administration system.

Di tengah masa awal pelaksanaan coretax ini, dia mengajak agar peserta sosialisasi untuk bersabar di dalam mengimplementasikan sistem baru di bidang pajak karena pada prinsipnya, coretax ini bertujuan untuk mempermudah wajib pajak.

Hapus Sanksi

Dalam perkembangan lainnya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengeluarkan rilis terbaru tentang Surat Keputusan Dirjen Pajak Nomor 67/PJ/2025 tanggal 27 Februari 2025 yang menghapus sanksi administratif terkait implementasi Coretax.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti di Jakarta, Jumat, 28 Februari 2025 menjelaskan penghapusan sanksi itu mencakup keterlambatan dalam pembayaran atau penyetoran pajak serta pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) akibat perubahan sistem.

Seperti dikutip dari situs berita antaranews.co.id, untuk keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak, kebijakan hapus sanksi berlaku untuk empat jenis pajak. Pertama, pajak penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) selain pengalihan tanah/ bangunan, PPh 15, 21, 22, 23, 25, dan 26 untuk masa pajak Januari 2025.

Kedua, PPh Pasal 4 ayat (2) atas pengalihan tanah/bangunan untuk masa pajak Desember 2024. Ketiga, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk masa pajak Januari 2025. Keempat, bea meterai untuk masa pajak Desember 2024 dan Januari 2025.

Kemudian, untuk keterlambatan pelaporan SPT, penghapusan sanksi berlaku untuk lima jenis pajak. Pertama, penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 dan 26 serta SPT Masa Unifikasi untuk masa pajak Januari, Februari, dan Maret 2025.

Kedua, pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan untuk masa pajak Desember 2024 serta Januari, Februari, dan Maret 2025.

Ketiga, pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tertentu dan PPh Pasal 25 untuk masa pajak Januari, Februari, dan Maret 2025. Keempat, penyampaian SPT masa PPN untuk masa pajak Januari, Februari, dan Maret 2025.  Kelima, penyampaian SPT bea meterai untuk masa pajak Desember 2024 serta Januari, Februari, dan Maret 2025.

Penghapusan sanksi itu berlaku untuk pembayaran atau pelaporan yang dilakukan pada masa setelah jatuh tempo hingga tenggat waktu. Untuk PPh dan bea meterai, rincian tenggat waktunya adalah tanggal terakhir pada bulan setelah masa pajak. Rinciannya, 31 Januari 2025 untuk masa pajak Desember 2024, 28 Februari 2025 untuk masa pajak Januari 2025, 31 Maret 2025 untuk masa pajak Februari 2025, dan 30 April 2025 untuk masa pajak Maret 2025.

Sementara untuk PPN dan PPnBM, tenggat waktunya yaitu tiap tanggal 10 pada dua bulan setelah masa pajak. Rinciannya, 10 Maret 2025 untuk masa pajak Januari 2025, 10 April 2025 untuk masa pajak Februari 2025, dan 10 Mei 2025 untuk masa pajak Maret 2025.

Atas pajak-pajak itu, DJP tidak akan menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) bagi wajib pajak yang memenuhi syarat. Jika STP sudah diterbitkan sebelum keputusan ini berlaku, maka sanksi akan dihapus secara jabatan atau otomatis dilakukan oleh DJP. AJ

  • By admin
  • 12 Mar 2025
  • 330
  • INSA