Ekspor Batubara & CPO Wajib Gunakan Kapal Yang Dikuasai Pelayaran Nasional
Ekspor Batubara & CPO Wajib Gunakan Kapal Yang Dikuasai Pelayaran Nasional
JAKARTA—1 Mei 2020 adalah tenggat waktu akhir penerapan Peraturan Menteri Perdagangan No.82 tahun 2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu yang telah diubah dengan Permendag No.48 tahun 2018 dan Permendag No.80 tahun 2019.
Kebijakan yang masuk ke dalam Paket Kebijakan Ekonomi XV tersebut terdiri dari 13 pasal. Pada pasal 3, diatur kegiatan ekspor yang dilaksanakan eksportir terhadap komoditas batubara dan CPO, diwajibkan menggunakan kapal yang dikuasai oleh perusahaan angkutan laut nasional.
Selain itu, impor komoditas beras dan barang dalam rangka pengadaan barang milik Pemerintah, juga diwajibkan menggunakan kapal yang dikuasai perusahaan angkutan laut nasional. Kebijakan tersebut diterapkan selama kapal yang dikuasai oleh perusahaan angkutan laut nasional cukup tersedia sesuai dengan Pasal 5.
Kapal yang dikuasai perusahaan angkutan laut nasional dapat diartikan sebagai kapal kapal berbendera Merah Putih atau kapal berbendera asing yang dioperasikan oleh perusahaan angkutan laut nasional.
Sekretaris Umum Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Teddy Yusaldi mengatakan mayoritas kegiatan angkutan laut ekspor dan impor Indonesia saat ini masih dikuasai perusahaan luar negeri dan dilaksanakan dengan menggunakan kapal berbendera asing. Hal ini mengakibatkan hilangnya potensi devisa, penerimana negara dari pajak serta peluang perusahaan pelayaran nasional dan rantai pasoknya pada sektor angkutan laut luar negeri Indonesia.
Padahal volume ekspor dan impor Indonesia diperkirakan mencapai lebih dari 1 miliar ton per tahun. Akan tetapi, volume ekspor dan impor yang diangkut dengan menggunakan kapal yang dikuasai oleh perusahaan angkutan laut nasional diperkirakan tidak sampai 5%.
Selama ini, perusahaan angkutan laut nasional baru mampu menggarap ekspor produk yang menggunakan kapal kontainer ke Pelabuhan Singapura, Malaysia atau Thailand di mana kapal Indonesia melakukan kegiatan pelayaran feeder bagi ketiga negara tersebut. “Sangat minim peran angkutan laut nasional pada angkutan ekspor komoditas utama seperti batu bara, nikel, crude palm oil (CPO), minyak dan gas serta beras,” katanya.
INSA menilai implementasi Permendag itu akan berdampak positif tertadap perekonomian Indonesia karena akan memangkas defisit neraca jasa, meningkatkan penerimaan devisa dan pajak-pajak. Berdasarkan data INSA, jika ekspor batubara pada 2018 mencapai 371 juta ton dengan rata-rata freight US$10 dolar, maka potensi devisa negara yang terselamatkan mencapai US$3,7 miliar dengan potensi penerimaan pajak sebesar hampir US$100 juta.
Untuk mendukung kebijakan itu, INSA meminta Pemerintah untuk memperbaiki kebijakan perpajakan. Saat ini, perusahaan angkutan laut asing yang menyelenggarakan kegiatan angkutan laut ekspor dan impor Indonesia tidak dibebani PPN dan PPH karena transaksi dilakukan di luar negeri.
Namun, jika struktur pajak ini tidak berubah, maka eksportir dan importir yang menggunakan kapal yang dikuasai perusahaan angkutan laut nasional, akan dibebani PPN 10%, walaupun Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No.32 tahun 2019 tentang Batasan Kegiatan dan Jenis Jasa Kena Pajak yang atas Ekspornya Dikenai PPN.
Sedangkan perusahaan angkutan laut nasional sebagai penyedia jasa, jika menyediakan layanan dengan menggunakan kapal milik sendiri atau dengan cara menyewa kapal berbendera Merah Putih pada perusahaan angkutan laut nasional, dibebani PPh pasal 15 sebesar 1,2% dan berlaku PPN tidak dipungut sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 193 tahun 2015.
Akan tetapi, jika perusahaan angkutan laut nasional menyewa kapal asing, akan dibebani PPN 10% kecuali PMK No.32 tahun 2019 direvisi menyesuaikan pola bisnis (business model) pelayaran internasional.
Menurut INSA, PPN jasa ekspor angkutan luar negeri seyogyanya memperoleh fasilitas bebas PPN atau PPN tidak dipungut tanpa adanya dua syarat formal sebagaimana diatur di dalam PMK No.32 tahun 2019. Sedangkan PPh atas jasa sewa kapal asing diharapkan dapat berubah dari PPh pasal 26 menjadi PPh pasal 15 sebesar 2,64% tanpa adanya kewajiban memiliki BUT (Badan Usaha Tetap).
Dengan demikian, akan lahir sistem angkutan laut ekspor-impor yang kuat sehingga mampu menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional. Sedangkan intangible benefit-nya adalah investasi akan meningkat, lapangan kerja bertumbuh dan kedaulatan negara semakin kuat.(*)
- By admin
- 14 Mar 2020
- 2418
- INSA