• +62 21 351 4348
  • sekretariat@dppinsa.com

Delapan Awak Kapal Terlantar di Taiwan di Pulangkan ke Indonesia

Delapan Awak Kapal Terlantar di Taiwan di Pulangkan ke Indonesia

Beijing (ANTARA)–Sebanyak delapan awak kapal berkewarganegaraan Indonesia yang terkatung-katung selama delapan bulan di Kaohsiung, Taiwan, dipulangkan ke kampung halamannya, Indonesia.

Biro Kemaritiman dan Kepelabuhan Taiwan (MPB) menyatakan kedelapan awak tersebut telah meninggalkan kapal kargo yang terdampar itu pada Jumat (28/10).

Selanjutnya mereka ditempatkan oleh pihak Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei di penampungan di Kaohsiung, demikian MPB dikutip kantor berita Taiwan, CNA, Sabtu (29/10).

Mereka diperkirakan terbang dari Bandar Udara Internasional Kaohsiung menuju Jakarta pada Sabtu.

Delapan WNI bersama satu seorang berkewarganegaraan China itu mengawaki kapal Jian Ye yang terdaftar di Hong Kong. Pada 23 Februari 2022, kapal tersebut ditarik ke Pelabuhan Kaohsiung setelah kehilangan power saat berada di perairan selatan Taiwan.

Sebagaimana aturan yang berlaku di Taiwan, kesembilan awak dilarang turun semua sampai ada awak baru bersedia membebaskan mereka karena kapal semacam itu boleh ditinggalkan di pelabuhan dengan kurang dari sepertiga awaknya.

Pada saat itu, kedelapan awak Indonesia tidak bisa memutuskan siapa tiga orang di antara mereka yang harus tinggal di kapal.

Mereka semua akhirnya kompak memilih tinggal di kapal. Ironisnya pemilik kapal tidak punya uang untuk merekrut awak lainnya yang bersedia menggantikan kedelapan WNI itu, demikian MPB. Kedelapan awak itu mengirimkan surat ke CNA pada September untuk menyampaikan keluhannya bahwa mereka sudah tidak menerima gaji lagi. Kementerian Transportasi dan Komunikasi Taiwan memerintahkan mereka tetap berada di dalam kapal.

KDEI Taipei dan Ansensius Guntur dari Stella Maris mengunjungi mereka di atas kapal berbobot 1.395 ton itu untuk memberikan makanan dan kebutuhan lainnya.

Kepada Guntur, para ABK tersebut mengatakan bahwa masa kontrak kerja mereka habis pada 6 September dan bersedia mengakhiri kontrak kerja mereka dengan majikan lama.

Dalam perjanjian kerja, mereka dibayar 22.216 dolar Taiwan (Rp10,6 juta) per bulan. Namun mereka harus menyetujui tidak megajukan tuntutan hukum, baik perdata maupun pidana, sesuai kesepakatan yang mereka buat.

Setiap ABK Indonesia akan mendapatkan tiket pesawat dari Kaohsiung menuju Jakarta. Para ABK Indonesia menyetujui kesepakatan tersebut karena yang mereka inginkan hanyalah pulang secepatnya.

Salah seorang awak berusia 22 tahun kepada CNA mengaku bahagia bisa melewati penderitaan tersebut dan segera pulang untuk bertemu ibu dan keluarganya. 

ABK Myanmar.

Otoritas kelautan Taiwan memberikan persetujuan masuk kepada sembilan pelaut Myanmar untuk menggantikan delapan anak buah kapal (ABK) berkebangsaan Indonesia yang telantar selama lebih dari tujuh bulan di Pelabuhan Kaohsiung.

Saat ini, permohonan visa mereka sedang diproses di kantor perwakilan Taiwan di Myanmar, kata otoritas yang berada di bawah Kementerian Transportasi dan Komunikasi (MOTC) Taiwan, Selasa (4/10).

Para pelaut Myanmar tersebut bakal menggantikan para pelaut Indonesia di atas kapal Jian Ye, ditarik ke Pelabuhan Kaohsiung Februari 2022, sebagaimana dilaporkan kantor berita Taiwan, CNA.

Kapal kargo yang terdaftar di Togo tersebut ditarik ke Kota Kaohsiung untuk menghindari bencana dan kemungkinan polusi di laut lepas wilayah perairan dekat Taiwan.

Legal Aid Foundation sebelumnya bersedia memberikan bantuan hukum kepada para ABK Indonesia agar bisa mendapatkan haknya sebesar 22.216 dolar Taiwan per bulan dari pemilik baru kapal itu.

Meskipun kapal tersebut sudah ada majikan baru, para ABK Indonesia hanya ingin pulang tanpa mengajukan tuntutan hukum atas gaji yang belum mereka terima, ujar Lembaga Bantuan Hukum dari Taiwan tersebut.

Pada Agustus tahun ini, otoritas pelabuhan sempat menawarkan pulang kepada sebagian awak atas bantuan pemerintah Indonesia, tanpa harus menunggu kedatangan awak pengganti.

Syaratnya, sepertiga dari awak harus bertahan di kapal demi keamanan kapal. Para ABK Indonesia menolak tawaran tersebut karena mereka tidak bisa menentukan siapa yang harus pulang dan siapa yang harus tinggal, kata Guntur.(*)
 

  • By admin
  • 10 Nov 2022
  • 396
  • INSA