• +62 21 351 4348
  • sekretariat@dppinsa.com

Cuaca Ekstrem Hingga Awal Februari, Kemenhub Terbitkan Maklumat Pelayaran

Cuaca Ekstrem Hingga Awal Februari, Kemenhub Terbitkan Maklumat Pelayaran

JAKARTA  – Kementerian Perhubungan Cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menerbitkan Maklumat Pelayaran yang ditujukan untuk seluruh Kepala Kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut di Indonesia yang memiliki tugas dan wewenang terkait keselamatan pelayaran, Kamis (28/1).

Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Ahmad menyampaikan, Maklumat Pelayaran menginstruksikan kepada Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama, Kepala Kantor KSOP, Kepala Kantor UPP, Kepala Kantor KSOP Khusus Batam, Kepala Pangkalan PLP, serta Kepala Distrik Navigasi di seluruh Indonesia untuk mewaspadai bahaya cuaca ekstrem selama 7 hari ke depan.

"Berdasarkan hasil pemantauan BMKG tanggal 25 Januari 2021 KMA diperkirakan pada tanggal 26 Januari sampai dengan 1 Februari 2021,  cuaca ekstrem dengan gelombang tinggi," kata Ahmad, Kamis (28/1).

Sehubungan dengan hal tersebut, seluruh Syahbandar diintruksikan, untuk setiap hari, melakukan pemantauan ulang (up to date) kondisi cuaca melalui bmkg.go.id, serta menyebarluaskanya kepada pengguna jasa, termasuk publikasi di terminal atau tempat embarkasi debarkasi penumpang.

Syahbandar juga diminta untuk menunda Surat Persetujuan Berlayar (SPB) sampai kondisi cuaca benar-benar aman untuk berlayar.

“Kegiatan bongkar muat barang diawasi untuk memastikan kegiatan dilaksanakan dengan tertib dan lancar, muatan menerapkan sistem lasing, kapal tidak overdraft serta stabilitas kapal tetap baik. Apabila terjadi tumpahan minyak di laut agar segera berkoordinasi dengan Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PLP) terdekat untuk membantu penanggulangan tumpahan minyak,” kata Ahmad.

Kepada operator kapal, khususnya Nakhoda, agar melakukan pemantauan kondisi cuaca sekurang-kurangnya 6 (enam) jam sebelum kapal berlayar dan melaporkan hasilnya kepada Syahbandar pada saat mengajukan SPB.

Selama pelayaran di laut, Nakhoda agar wajib melakukan pemantauan kondisi cuaca setiap 6 (enam) jam dan melaporkan hasilnya kepada Stasiun Radio Pantai terdekat serta dicatatkan ke dalam Log Book pelayaran.

“Bagi kapal yang berlayar lebih dari 4 (empat) jam, Nahkoda diwajibkan melampirkan berita cuaca yang telah ditandatangani sebelum mengajukan SPB kepada Syahbandar,” katanya.

Pada saat kapal dalam pelayaran mendapat cuaca buruk, agar segera berlindung di perairan yang aman dengan ketentuan kapal harus tetap siap digerakkan. Setiap kapal yang berlindung wajib segera melaporkan kepada Syahbandar dan SROP terdekat dengan menginformasikan posisi kapal, kondisi cuaca dan kondisi kapal serta hal-hal penting lainnya serta melakukan pemantauan/ pengecekan terhadap kondisi kapal untuk mencegah terjadinya kecelakaan kapal yang dapat menyebabkan terjadi tumpahan minyak di laut.

“Jika terjadi kecelakaan, kapal harus segera berkoordinasi dengan Syahbandar setempat dan melakukan penanggulangan tumpahan minyak dan akibat lain yang ditimbulkan termasuk penandaan dan kegiatan salvage,” jelas Ahmad.

Dia menginstruksikan kepada seluruh Kepala Pangkalan PLP dan Kepala Distrik Navigasi agar kapal-kapal negara (kapal patroli dan kapal perambuan) untuk tetap bersiaga dan segera  memberikan pertolongan kepada kapal yang berada dalam keadaan bahaya atau kecelakaan.

Kepala Stasiun Radio Pantai (SROP) dan Nakhoda kapal negara untuk melakukan pemantauan dan penyebarluasan kondisi cuaca dan berita marabahaya. "Apabila terjadi kecelakaan kapal maka Kepala SROP dan Nahkoda kapal negara harus berkoordinasi dengan Pangkalan PLP," ujarnya.

Seluruh temuan terjadinya gangguan dan atau kecelakaan kapal dapat dilaporkan ke Puskodalops melalui telpon 081196209700 atau email puskodalops_hubla@yahoo.co.id.

Berikut prediksi gelombang tinggi yang akan terjadi di perairan Indonesia periode 26 Januari s.d. 1 Februari 2021 yaitu Cuaca ekstrem dengan gelombang tinggi 2,5 - 4 meter diperkirakan  akan terjadi di perairan Kepulauan Mentawai, Perairan Bengkulu dan Pulau Enggano. Kemudian Perairan Barat Lampung, Samudera Hindia Barat, Kep Mentawai hingga Barat Lampung KMA Selat Sunda, Perairan Selatan Pulau Jawa hingga Selatan NTB, Samudera Hindia Selatan Pulau Jawa hingga Selatan NTT. Kemudian Laut Banda Bagian Selatan, Perairan Barat Aceh, Samudera Hindia Barat, Bengkulu dan Lampung.

Perairan Selatan Jawa Tengah hingga NTB, Samudera Hindia Selatan Jawa Tengah hingga Bali. Selat Sumba, Perairan Selatan Kep. Natuna. Perairan Kep. Subi - Serasa. Perairan Kalimantan Barat, Karimata, Laut Jawa Bagian Timur, Selat Makassar Bagian Tengah dan Selatan, Perarian Balikpapan, Laut Sumbawa, Laut Flores, Perairan Kep. Sabalana, Perairan Spermonde, Perairan Barat Kep. Selayar, Perairan Utara Nusa Tenggara, Selat Wetar, Laut Banda, Perairan Kep. Babar, Perairan Kep. Tanimbar, Perairan Kep. Kai, Laut Arafuru, Perairan Utara Sulawesi Utara, Teluk Tomini Bagian Timur, Perairan Kep. Sula, Lat Seram, Perairan Raja Ampat, Perairan Fak-Fak, Perairan Amamapare-Agats Bagian Selatan, Perairan Manokwari, Perairan Biak, Teluk Cendrawasih, Perairan Jayapura-Sarmi, Samudera Pasifik Utara Papua Barat hingga Jaya.

Sementara itu, gelombang sedang setinggi 1,25 - 2,5 meter diperkirakan akan terjadi di Perairan Barat Aceh, Kep. Nias, Samudera Hindia Barat dan Kep Nias. Kemudian Laut Natuna Utara, Perairan Kep. Natuna, Laut Flores, Laut Sawu, Laut Banada Bagian Utara, Perairan Kep. Sermata - Kep. Leti, Perairan Kep. Babar dan Kep. Tanimbar, Perairan Kep. Kai dan Kep. Aru, Laut Seram, Perairan Fak-Fak, Laut Arafuru, Perairan Yos Sudarso Bagian Selatan, Laut Sulawesi Bagian Timur, Perairan Kep. Sitaro, Kep. Sangihe Talaud, Laut Maluku, Perairan Halmahera, Laut Halmahera, Perairan Raja Ampat Bagian Utara, Perairan Manokwari, Perairan Biak, Perairan Jayapura - Sarmi, Samudera Pasifik Utara Halmahera hingga Papua.

Sementara itu, Sekretaris Umum Indonesian National Shipowners’ Association Teddy Yusaldi mengajak anggotanya untuk memperhatikan sejumlah hal penting terkait dengan maklumat pelayaran yang dikeluarkan Kemenhub tersebut.

Pertama, perusahaan pelayaran  memfungsikan pemantau cuaca di darat yang bertugas memberikan  update perkembangan cuara dan menyampaikannya kepada kapal-kapal yang belum memiliki fasilitas pemantau cuaca.

Kedua, memastikan semua anggota INSA memiliki prosedur untuk menghadapi kondisi darurat dan dituangkan ke dalam Standard Operating Prosedure (SOP) serta  melakukan simulasi tanggap darurat secara berkesi-nambungan untuk meningkatkan kesigapan sehingga  penanganan kondisi darurat menjadi kebiasaan, baik di  atas kapal maupun di darat.

Ketiga, perusahaan pelayaran juga menyiapkan  Emergency Respons Team  yang terlatih sesuai dengan SOP. Bagi yang belum memiliki SOP, agar segera  membentuk, sedangkan bagi yang telah memilikinya, agar  dilakukan penyegaran secara berjangka. (Dephub/Aj/Red).

  • By admin
  • 02 Feb 2021
  • 1036
  • INSA